THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Kamis, Desember 23, 2010

Marmut Merah Jambu :D

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kita lalu berjalan jalan mengelilingi zoo melihat binatang demi binatang. Pacaran di tengah tengah binatang ini sambil melihat dari satu kandang ke kandang lain membuat gue berpikir, apa binatang mampu jatuh cinta?

Satu hal yang gue tau pasti,
binatang punya kebiasaan yang aneh ketika jatuh cinta.

Ambil contoh belalang sembah. Setiap belalang sembah abis kawin, belalang sembah yang betina akan memakan kepala yang jantan. Kasian banget ya? Mereka baru saja mengalami malam pertama, si belalang jantan jadi gak perjaka... eh palanya dimakan ama yang cewek. Serem memang, tapi yang jadi pertanyaan tak terjawab adalah: kalo gitu, kenapa masih ada belalang yang mau kawin? Apakah belalang belalang jantan ini gak dikasih tau sama emak belalang (bapaknya gak ada, karena pasti udah mati), ngumpul di ruang tamu dan dibilangin: ’Nak, jangan kawin ya... ntar pala kamu buntung.’ Apakah mereka gak denger gosip gosip dari temen temen mereka (sesama belalang) atas hal ini? Kenapa masih ada belalang yang masih mau kawin?
Gue mengambil kesimpulan sendiri: semua belalang udah tau kalo kepala mereka bakalan dimakan kalau mereka kawin, tapi mereka tetep mau kawin. Kesimpulannya: belalang jantan berani mati demi cinta. Kesimpulannya lagi: tidak ada yang lebih romantis daripada percintaan antara dua belalang. Gue tidak mungkin seberani belalang belalang jantan ini. Kalau gue jadi belalang jantan, hal pertama kali yang gue lakukan adalah mendeklarasikan kalau gue homo, cari belalang jantan lain yang masih berondong dan kawin di Belanda.
Di satu sisi lain, ada binatang bernama ferret, sejenis musang yang bisa dipelihara. Jadi, gue pernah liat satu siaran dokumenter tentang ferret ini. Dalam tayangan dokumenter tersebut, gue jadi tau ternyata kalau ferret yang gak bisa kawin pada musimnya, yang cewek akan mati karena kelebihan hormon. Gue melihat ferret cewek yang lari lari liar karena kelebihan hormon, gak nemuin pasangan yang mau ngawinin dia, lalu... mati. Itu juga serem. Yang kasian justru ferret ferret cewek yang jelek (dalam standar ferret, tentunya), mereka gak bakalan dapet pasangan kawin dan akhirnya... mati jomblo.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Saat itu gue sadar, inilah apa yang gue coba tulis di buku Marmut Merah Jambu ini: tentang bagaimana manusia pacaran, tentang manusia jatuh cinta, tentang gue jatuh cinta. Dari mulai bagaimana jatuh cinta dengan diam diam, sampai naksir orang via chatting. Dari mulai susahnya mutusin cewek, sampai ditaksir sama cewek aneh. Dari mulai kita nembak cewek, sampai akhirnya membuat janji seperti lazimnya orang pacaran lainnya, seperti: kita bakalan kayak gini terus. Janji yang terkadang gak bisa ditepati.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Dalam hati, gue berharap hubungan gue dan pacar gue sekarang seperti hubungan binatang yang setia satu sama lain selama hidupnya. Ambil contoh burung lovebirds, burung ini setia sama satu pasangan selama hidupnya, sampai sampai ketika pasangannya mati, burung yang satunya lagi akan merenung, depresi, akhirnya tidak lama kemudian mati menyusul pasangannya. Romantis banget ya?
Tidak seperti burung lovebirds, manusia adalah spesies yang aneh. Kebanyakan dari kita pasti pernah ngerasain putus, dan semakin banyak kita pacaran, semakin banyak kita ngerasain putus. Pacaran pada dasarnya punya resiko: ngambek, marah, dan akhirnya diselingkuhi, dan patah hati. Tapi kita, sebagai manusia, tetep aja masih mau pacaran. Karena kita, seperti belalang, tau bahwa untuk mencintai seseorang, butuh keberanian.
Gue memulai buku ini dengan berusaha memahami apa itu cinta melalui introspeksi ke dalam pengalaman pengalaman gue. Dan di halaman terakhir ini, gue merasa... tetep gak mengerti, sama seperti gue memulai halaman pertama.
Alih alih seperti belalang, gue merasa seperti seekor marmut berwarna merah jambu yang terus menerus jatuh cinta, loncat dari satu relationship ke yang lainnya, mencoba berlari dan berlari dan berlari di dalam roda bernama cinta, seolah olah maju, tapi tidak... karena sebenarnya jalan di tempat. Entah sudah berapa kali gue naksir orang sebelum bertemu pacar gue yang sekarang ini. Entah berapa kali patah hati, berantem, cemburu yang gue alami sebelum ketemu dia. Entah berapa kali nembak dan putus, seolah olah gue berlari dan berlari dari satu hubungan gagal ke hubungan gagal lainnya, seperti marmut yang tidak tau kapan harus berhenti berlari di roda yang berputar. Dan hubungan kali ini, setiap gue memandangi dia, pertanyaan besar itu pun timbul: apakah sekarang saatnya berhenti?

*NB: Post ini gue ambil dari bukunya Raditya Dika yang judulnya Marmut Merah Jambu. ‘Gue’ di sini udah pasti mengacu pada Dika. Oh iya, ada beberapa kalimat yang gak gue ambil, soalnya kalimat kalimat itu isinya percakapan antara Dika sama pacarnya. Dan pastinya, post ini gue ketik sendiri dengan gaya ketikan gue sendiri. hehe :D*